Thursday, June 4, 2015

Rapat Pembahasan Anggaran Dasar Griya Jati Rasa



Rapat Pembahasan Anggaran Dasar Griya Jati Rasa


DUMUNG – Yayasan Griya Jati Rasa (GJR) menyelenggarakan rapat anggota dengan agenda pembahasan Anggaran Dasar (AD) organisasi tersebut, Senin (18/5) lalu di Sekretariat Yayasan tersebut, Pondok Tali Rasa, Jalan Dumung Nomor 100, Karanggayam Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. Acara berlangsung lancar dan dihadiri 11 peserta serta dimulai dari pukul 08.00 hingga 12.00 WIB.
            Menurut Direktur Yayasan Griya Jati Rasa, DR Farsijana Adeney Risakotta, rapat ini merupakan rapat pertama yayasan sesudah Akta Notaris Yayasan GJR diterbitkan (28/03/2015) lalu, “Jadi dalam Peraturan Pemerintah itu paling lambat 40 hari, Yayasan harus menyelenggarakan rapat, oleh karena itu kami melakukan pertemuan untuk membahas Anggaran Dasar Yayasan sekaligus mengesahkannya,” jelasnya.
Pihaknya menambahkan bahwa, draft rancangan Anggaran Dasar disusun oleh pendiri dan pengurus selama seminggu sebelum hari Senin (18/5) lalu, serta sudah disebar luaskan di email grup anggota sebelum hari H. Dengan cara seperti ini masing-masing anggota memiliki peluang untuk membaca draftnya di email masing-masing sebelum mengikuti rapat. Bahkan inti-inti pokok dalam Anggaran Dasar pun sudah dibahas pada pertemuan 9 November 2014 lalu.
            Pada kesempatan rapat kali ini juga ditentukan orang-orang yang menjabat posisi di Dewan Pembina, Dewan Pengawas dan Dewan Pengurus dalam Yayasan GJR. Dewan Pembina beranggotakan 5 orang, diketuai oleh DR Singgih Santosa MM yang merupakan Dekan Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Sekretaris dijabat oleh Gloria Virginia PhD, Bendahara dipegang oleh Dra Istantun sedangkan dua orang anggota Dewan Pembina lainnya yaitu Rinto Andhi Sukoco S.H, S.Si., M.Si. dan DR Farsijana Adeney Risakotta. Sedangkan posisi Dewan Pengawas Yayasan GJR terdiri dari dua orang, ketuanya dijabat oleh Erlinda M Panisales yang juga bekerja sebagai Konsultan di UNDP, anggota lainya, Robert Sharleynicos Amrin S.E.
            Sementara itu, dalam Dewan Pengurus Yayasan GJR, posisi ketua atau manajernya dijabat oleh Ismi Barzanah S.Ag, Sekretaris dijabat oleh Anna Istanti, S.Pd dan bendaharanya Endang Sri Wahyuni, S.Th. Pada rapat yayasan GJR kali ini ada dua orang yang berhalangan hadir, kedua-duanya sama-sama dari Dewan Pembina yaitu Gloria Virginia PhD dan Rinto Andhi Sukoco S.H, S.Si., M.Si. Ismi Barzanah S.Ag menjelaskan bahwa Rinto Andhi Sukoco sedang berada di Sulawesi Tengah, ketika rapat tersebut diselenggarakan.
            Direktur Griya Jati Rasa, DR Farsijana Adeney Risakotta, mengaku senang dengan terselenggaranya rapat pembahasan anggaran dasar ini dimana bisa mempertemukan anggota yayasan yang terdiri dari berbagai unsur secara bersama-sama. “Anggota yayasan itu ada unsur akademisi, praktisi UMKM, aktivis masyarakat sipil, konsultan donor internasional, profesi mereka memang berbeda dengan latar belakang agama muslim dan kristiani tetapi diikat dalam tujuan bersama untuk membentuk Yayasan GJR sebagai yayasan amal yang bergerak pada aspek kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat kecil baik di pedesaan maupun perkotaan,” ungkap dosen UKDW yang sekaligus pendiri Yayasan Griya Jati Rasa ini.
Dirinya juga menilai bila mayoritas peserta rapat terlibat aktif berpartisipasi. “Rapat sampai siang menunjukkan bahwa pembahasan kebijakan dewan pembina atau pengawas bisa diikuti atau ditanggapi oleh dewan pengurus maupun pelaksana kegiatan,” ungkap DR Farsijana Adeney Risakotta. Pembahasan pasal dan ayatnya efektif karena draft dan pembahasannya sudah tersedia di grup email, dan nanti sebelum rapat yayasan lagi, Yayasan GJR akan mengirim revisi Anggaran Dasar dan draft Anggaran Rumah Tangganya ke grup email untuk ditanggapi peserta, tambahnya.
            DR Singgih Santosa MM yang akhirnya menjabat sebagai ketua Dewan Pembina menilai agenda rapat bagus, masuk akal dan sistematis. “Suasana baik dan kondusif, ide-ide ditampung, waktu memang tidak cukup (singkat-red), tetapi masih dalam batas toleransi, artinya bisa dimaklumi. Kemarin cukup aktif yang bertanya sebab lainnya (peserta-red) yang tidak bertanya bukan bidang dia,” jelasnya. Dirinya menyarankan, untuk rapat selanjutnya supaya waktu ditentukan dengan lebih baik lagi, karena terkendala dengan kerja, kalau bisa diadakan di hari Sabtu. Soal susunan kepengurusan, DR Singgih Santosa MM menilai sudah terdistribusi dengan baik karena tidak merangkap jabatan lain, tambahnya.
Sementara itu Ketua Dewan Pengawas, Erlinda M Panisales menyatakan, “Saya rasa perlu lebih banyak yang harus datang terutama dari dewan Pembina karena ini perumusan anggaran dasar dan anggaran dasar itu ruhnya organisasi,” tuturnya. Tetapi nanti bisa menggunakan email bila ada usulan-usulan dari Dewan Pembina.
Selain soal pembahasan anggaran dasar, Erlinda M Panisales juga memberikan pesan bahwa yang perlu difokuskan itu peningkatan kapasitas pengurus, diantaranya bagaimana membuat perencanaan yang baik, bagaimana mengelola sebuah program, mempelajari tematik tema-tema seperti UU Pedesaan, dan bagaimana memperkuat kelompok-kelompok di desa, tambah ketua Dewan Pengawas ini.
Lain halnya dengan anggota Dewan Pengawas, Robert Sharleynicos Amrin, dirinya menilai bahwa rapat pembahasan anggaran dasar kemarin belum satu pemahaman. “Menurut saya belum efektif karena belum satu pemahaman, tetapi di situ ada keinginan mengerucut pada satu visi,” ungkapnya. Dirinya berharap pada rapat kedepan bisa lebih efektif dan harus disesuaikan dengan visi dan misi GJR. serta lebih difokuskan pada topik inti sehingga pembicaraan tidak beralih kemana-mana, tambahnya.
Menurut Robert Sharleynicos Amrin, belum fokusnya pembahasan pada rapat kemarin karena masing-masing peserta masih menggunakan background nya sendiri-sendiri. ”Kita harus meninggalkan background itu, harus status nol, harus bermetamorforsis menjadi GJR,” tandasnya.
Dirinya juga menilai pentingnya rapat seperti itu untuk mengambil kebijakan dalam sebuah organisasi terutama yayasan dan dalam pembahasan. Pemahaman yayasan itu harus satu visi, satu pemikiran dalam menjalankan misinya, tambah Robert Sharleynicos Amrin.
Rapat pembahasan Anggaran Dasar Yayasan Griya Jati Rasa tersebut berlangsung selama 4 jam dari pukul 08.00 – 12.00 WIB, itupun di tengah acara ada dua orang yang terpaksa meninggalkan rapat sebelum berakhir karena ada tugas lain yang tidak bisa ditinggalkannya. 


                                                          Nama Foto      : Rapat Yayasan Griya Jati Rasa
                                                                          Fotografer       : Dian Pramudita        :
Yayasan Griya Jati Rasa (GJR) menyelenggarakan rapat anggota yayasan guna membahas anggaran dasar Yayasan tersebut, Senin (18/5) lalu di Sekretariat Yayasan tersebut, Jalan Dumung 100 Karanggayam Caturtunggal, Depok Sleman. Tampak hampir seluruh anggota dan pengurus yayasan hadir dalam acara tersebut


Salah satu peserta rapat Atiek Fatkhiyati (23) menyatakan, “Dalam hal jalannya rapat, karena kesibukan dari pembina dan pengawas, maka rapat dapat dikatakan cukup singkat, tapi secara konten (isi-red) rapat sudah memenuhi target dari maksud diadakannya rapat tersebut,” ujarnya. Dirinya menyarankan, supaya pada rapat yayasan selanjutnya sudah dipastikan jadwalnya dengan baik, sehingga semua peserta bisa mengikuti rapat sampai selesai, tambahnya.
Saat ditanya soal waktu pembahasan rapat yang hanya berlangsung selama 4 jam, Direktur Yayasan GJR DR Farsijana Adeney Risakotta menjelaskan, “Karena memang itu waktunya yang tersedia dari anggota yayasan terutama dewan Pembina dan pengawas sedikit, sehingga kita menggunakan waktu seefisien mungkin, kita juga menggunakan grup email untuk membahasnya,” jelasnya.
Dalam rapat tersebut juga dibahas mengenai posisi direktur dalam struktur Yayasan GJR, di mana ada salah satu anggota dari Dewan Pembina yang juga berperan sebagai Direktur Yayasan. Untuk permasalahan ini DR Farsijana Adeney Risakotta menjelaskan, “Jadi dalam Undang-Undang Yayasan, pendiri yang sekaligus dewan pembina tidak bisa berfungsi sebagai pengurus, dalam struktur GJR, pengurus itu terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara, mereka adalah pelaksana dari kebijakan yang diputuskan dalam rapat yayasan. Ketua dewan pengurus bisa dianggap setara seperti manajer karena dia mengelola organisasi sesuai dengan visi dari yayasan, karena itu ada peluang untuk seorang direktur melakukan tugas bersama dengan manajer dalam mengembangkan kebijakan yang diturunkan dalam program kegiatan. Kerja seorang direktur bersifat sukarelawan dalam menjalankan visi dan misi Yayasan,” jelasnya.
Posisi direktur ini bersifat konseptor untuk bersama-sama membangun strategi dan jejaring yang diperlukan untuk suatu organisasi baru seperti Yayasan GJR. “Organisasi baru perlu alur pemetaan kerja yang bersinergi dengan kebutuhan masyarakat dan pemerintah untuk mendorong pembangunan nasional di Indonesia. Disinilah peranan seorang Direktur yang diharapkan mempunyai pengetahuan, pengalaman jejaring yang bisa menolong GJR untuk siap melayani masyarakat,” tutur DR Farsijana Adeney Risakotta.
Sebagai pendiri Yayasan GJR sekaligus pendukung yayasan ini secara financial untuk keberlangsungan kegiatan, dirinya merasa perlu mengerti secara bertahap sumber daya manusia pengurus dan pelaksana kegiatan (divisi-red), mampu melakukan program-program terintegrasi dengan stakeholder dan jaringan lain untuk melayani masyarakat tanpa terbebani dengan tanggung jawab financial. “Dari perspektif itu peserta dapat menyetujui untuk menerima posisi direktur sekalipun tidak ada dalam Undang-Undang Yayasan RI. Perumusan tentang peran Direktur akan dimasukan dalam Anggaran Rumah Tangga,” jelas DR Farsijana Adeney Risakotta. Rencananya besok Senin (8/6) akan ada pengesahan Anggaran Rumah Tangga Yayasan Griya Jati Rasa, tambahnya.
Direktur akan berfungsi sejauh dibutuhkan oleh pengurus, indikatornya bila dewan pengurus siap untuk mampu menjalankan tugas-tugas yang saat ini sedang difasilitasi oleh direktur kepada pengurus. Direktur akan membimbing sampai standar kualitas seseorang itu terlihat baik dan mandiri dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan monitoring. “Soal kapan mandiri tergantung dari kemampuan teman-teman,” jelasnya.
Menanggapi soal posisi direktur ini, Ketua Dewan Pengawas Erlinda M Panisales, berkata, “Kalau memang dibutuhkan ya harus seperti itu, pendiri organisasi harus menjelaskan kepada pengurus bagaimana program ini, jadi gak bisa dilepas (pengurus-red). Sebetulnya Farsijana itu pendiri, organ yayasan terdiri dari tiga organ, pembina, pengawas, dan pengurus, kalau ibu Farsijana harus menjadi direktur karena kebutuhan organisasi, dia tidak harus di Dewan Pembina,” jelasnya. (Pram)



                                                       Nama Foto               : Rapat Yayasan Griya Jati Rasa
                                                                         Fotografer       : Dian Pramudita         :
Ketua Dewan Pengawas Yayasan Griya Jati Rasa, Erlinda M Panisales, tampak sedang memberikan penjelasan kepada peserta rapat yang diselenggarakan untuk membahas anggaran dasar yayasan tersebut. Rapat ini berlangsung di Sekretariat Yayasan tersebut, Jalan Dumung 100 Karanggayam Caturtunggal, Depok Sleman Senin (18/5) lalu.

Monday, June 1, 2015

Pelatihan Anggrek di Pondok Tali Rasa. Menarik Karena Ada Prakteknya.



Pelatihan Anggrek di Pondok Tali Rasa


Menarik Karena Ada Prakteknya


DUMUNG – Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Kreatifitas Bangsa Untuk Keadilan dan Perdamaian Griya Jati Rasa (GJR) menyelenggarakan pelatihan anggrek di Pendopo Pondok Tali Rasa Jalan Dumung 100 CT VIII Karanggayam, Sleman, Minggu (24/5) kemarin.
Dalam Term Of Reference (TOR) yang dikirim bersama undangan kepada peserta ditanda tangani Direktur Yayasan Griya Jati Rasa, DR Farsijana Adeney-Risakotta, diungkapkan bahwa pada bazar di Balai Desa Catur Tunggal, Depok, Sleman,  tanggal 17 -18 April 2015 bulan lalu, pajangan anggrek di stand UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) Griya Jati Rasa diserbu pembeli dalam waktu singkat.
Hal inilah yang mendorong ibu-ibu dusun Karanggayam di desa Catur Tunggal untuk mencoba mengembangkan usaha anggrek. Dalam rangka mewujudkannya Yayasan Griya Jati Rasa berusaha memfasilitasinya dengan menyelenggarakan pelatihan anggrek ini.
Acara ini dibuka oleh Manajer Griya Jati Rasa Izmi Barzanah, kemudian dilanjutkan dengan sambutan oleh Direktur Griya Jati Rasa DR Farsijana Adeney Risakotta, yang diteruskan ke acara pelatihan. Pembawa materi atau pelatih dalam kegiatan ini yaitu seorang pengusaha anggrek sekaligus pemilik Felis Orchid di daerah Kalasan, yang bernama Lie Kumala (50).
Dalam sambutannya Direktur Griya Jati Rasa DR Farsijana Adeney Risakotta mengucapkan banyak terima kasih sekaligus apresiasinya kepada trainer atau pelatih pada pelatihan ini yang mau membagikan metode inovatif dalam pengembangan anggrek yang dilakukan ibu-ibu secara tradisional. “Ibu Lie Kumala mau membagi tabir pengetahuan tentang anggrek secara cuma-cuma kepada ibu-ibu, ini luar biasa, ibu Lie juga mau mengajari bagaimana pemasaran anggrek itu,” tutur dosen Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) ini.
Jumlah peserta pada kegiatan ini sebanyak 16 orang termasuk panitianya, sebagian besar merupakan ibu-ibu yang tinggal di sekitar Karanggayam, dan ada juga peserta dari Kelurahan Patehan  Kota Jogja. Sebelumnya Yayasan Griya Jati Rasa juga sudah mengundang kelompok-kelompok dari lima desa binaannya yang tersebar di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu, desa Karanggayam, Panggungharjo, Giri Cahyo, Kaliagung dan Kelurahan Patehan.
Manajer Yayasan Griya Jati Rasa Izmi Barzanah mengatakan, “Sebetulnya tidak hanya kelompok dampingan saja, tetapi mitra kerja juga (diundang-red), namun yang hadir hanya dari kelompok Karanggayam dan Patehan, yang Kaliagung tidak bisa karena masih dalam suasana duka, Giri Cahyo berhalangan karena sakit, sedangkan Panggungharjo tidak konfirmasi,” jelasnya. Target peserta semula berjumlah 25 orang, sedangkan yang hadir 16 orang, tambahnya.      
Salah satu peserta pelatihan anggrek ini yaitu Anik Marciana (47) menyatakan bahwa kegiatan yang diselenggarakan tersebut menarik karena peserta bisa langsung ikut berpraktek menanam anggrek. “Pelatihannya sangat menarik karena kita bisa ikut terjun, turut serta (menanam-red), jadi kalau tidak ada prakteknya kurang menarik,” tutur karyawan kantin SD Catur Tunggal 3 ini.
Ketika diminta pendapatnya soal penyampaian materi pelatihan ini, Anik Marciana menyatakan bahwa jelas atau tidaknya tentang materi tergantung penangkapan masing-masing peserta. “Mungkin prakteknya bisa diikuti, kalau untuk obat-obatannya orang awam tidak begitu paham,” jelasnya. Dirinya juga mengaku senang karena dapat mengikuti pelatihan ini dan memiliki keinginan agar nantinya bisa berkebun anggrek sendiri. Selain itu Anik juga berharap, supaya pelatihan seperti ini bisa berlanjut sehingga bisa mengetahui perkembangan dan hasilnya.
Dalam kegiatan ini, Lie Kumala selaku pelatih awalnya memberikan sekilas materi tentang tanaman anggrek kepada peserta, setelah itu para peserta diajak berpraktek mengeluarkan bibit-bibit anggrek dari dalam botol dengan cara memecah botol tersebut menggunakan palu di dalam ember. Pada pelatihan ini disediakan sejumlah botol yang berisi bibit anggrek sehingga cukup bagi peserta untuk melakukan praktek. 

Judul Foto :Sabut Kelapa Jadi Media Anggrek
Fotografer : Dian Pramudita/Griya Jati Rasa
IBU-IBU Kampung Karanggayam, sedang memberi media yaitu sabut kelapa pada bibit anggrek yang sudah dikeluarkan dari botol, selanjutnya bibit-bibit anggrek berserta sabut kelapa tersebut dimasukkan ke dalam pot-pot berukuran kecil. Kegiatan ini berlangsung pada pelatihan anggrek di Pondok Tali Rasa, Minggu (24/5) lalu.
 Setelah dikeluarkan dari botol, bibi-bibit anggrek tersebut direndam selama 5 menit di dalam air yang sudah dicampur dengan fungisida. Kemudian itu bibit dibersihkan, diberi media yaitu sabut kelapa. Lie Kumala menyatakankan bila dirinya lebih suka memilih sabut kelapa sebagai media tanam anggrek dibanding pakis. Lie Kumala mengaku tidak mau menggunakan media yang bisa menyebabkan kerusakan lingkungan karena diambil terus menerus sehingga berdampak pada ekosistem alam seperti pakis, yang selama ini umumnya masih digunakan sebagai media anggrek.
“Makanya saya menggunakan sabut kelapa yang biasanya hanya menjadi limbah, ternyata sabut kelapa baik digunakan untuk media anggrek terutama jenis Dendro, tapi harus diingat sabut kelapa hanya baik digunakan di tempat kering seperti Jogja, kalau di tempat yang lembab, tidak bagus, seperti Bogor,” jelas Lie Kumala yang sudah menekuni usaha anggrek sejak tahun 1995. 
Sebelum digunakan sebagai media tanam anggrek, sabut kelapa tersebut sudah direndam ke dalam air untuk menghilangkan zat-zat yang dapat merugikan. Lie Kumala menjelaskan, “Sabut kelapa direndam 2 hari untuk menghilangkan zat tanin karena beracun,” tuturnya. Disebut beracun karena zat tanin diketahui sebagai zat yang bisa menghambat pertumbuhan tanaman.
Setelah diberi media yaitu sabut kelapa, bibit-bibit anggrek tersebut dimasukkan oleh ibu-ibu  ke dalam pot-pot berukuran kecil yang memiliki banyak lubang. Jumlah pot yang disediakan dan diperlukan sangat banyak karena botol yang disediakan berjumlah 5, dan masing-masing botol rata-rata berisi 50 bibit anggrek. Tampak peserta begitu antusias memasukkan bibit-bibit anggrek tersebut beserta sabut kelapanya ke dalam pot-pot kecil berdiameter sekitar 5 cm. Bibit-bibit anggrek itu disarankan nantinya dipindah ke pot yang berukuran lebih besar setelah berumur 3 - 4 bulan.
Bibit-bibit anggrek yang dimasukkan ke dalam pot itu dibawa pulang oleh peserta, masing-masing peserta mendapat 2 buah pot anggrek yang masing-masing terdiri dari satu jenis Dendrobium dan satu jenis anggrek bulan.
 Seperti sudah diungkapkan sebelumnya, dalam pelatihan ini, peserta juga diberi sekilas penjelasan oleh pelatih mengenai potensi pasar dan pemasaran anggrek di Indonesia. “Pangsa pasar anggrek di Indonesia setahun Rp 7 Triliun, saya dapatkan di Makassar waktu pertemuan Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI),” ungkap Lie Kumala. Dirinya memberikan saran, bagi ibu-ibu yang berminat untuk usaha budidaya anggrek, supaya bisa menentukan akan fokus di bagian mana, apakah itu pembibitan, seedling, remaja atau bunga. Dalam kelompok petani anggrek idealnya terdapat semua unsur tersebut.

Judul Foto : Pemberian materi
Fotografer : Dian Pramudita/Griya Jati Rasa
PEMBERIAN MATERI - Pengusaha anggrek Lie Kumala selaku trainer (pelatih) pada pelatihan anggrek di Pondok Tali Rasa, Minggu (24/5) lalu, tampak sedang menyampaikan materi kepada peserta yang sebagian besar merupakan ibu-ibu penduduk desa Karanggayam, Caturtunggal Depok, Sleman.
 
Lie Kumala mengungkapkan, “Sebetulnya aku mengadakan pelatihan-pelatihan, mengadakan plasma petani, karena pangsa pasar besar, jadi mereka jual sendiri, kami dari PAI mau mengadakan kelompok tani belum bisa karena mereka biasanya perseorangan, suka jual sendiri,” tuturnya.
Dirinya berharap, nantinya setelah ada pelatihan anggrek ini ada tindak lanjutnya. “Kalau memang bisa, ayo bikin kelompok tani anggrek, kenapa sini (Karanggayam-Red) tidak dijadikan desa anggrek,” harapnya.
Kegiatan ini ditutup dengan pemberian kenang-kenangan dari Yayasan Griya Jati Rasa dan ibu-ibu dari dusun Karanggayam kepada pelatih Lie Kumala. Kenang-kenangan tersebut diserahkan oleh Yanti Herawati (37) dan diterima secara langsung oleh Lie Kumala. Acara kemudian dilanjutkan dengan foto bersama antara peserta, panitia dan pelatih di Pendopo Pondok Tali Rasa. (Pram)

Judul Foto : Foto Bersama
Fotografer : Dian Pramudita/Griya Jati Rasa
FOTO BERSAMA - Usai mengikuti pelatihan anggrek di Pondok Tali Rasa, Karanggayam Caturtunggal Depok Sleman, pada Minggu (24/5) lalu, peserta pelatihan anggrek berfoto bersama Pelatih Lie Kumala dan panitia pelatihan dari Yayasan Griya Jati Rasa.