Pelatihan Anggrek di Pondok Tali Rasa
Menarik
Karena Ada
Prakteknya
DUMUNG – Lembaga
Pengkajian dan Pemberdayaan Kreatifitas Bangsa Untuk Keadilan dan Perdamaian
Griya Jati Rasa (GJR) menyelenggarakan pelatihan anggrek di Pendopo Pondok Tali
Rasa Jalan Dumung 100 CT VIII Karanggayam, Sleman, Minggu (24/5) kemarin.
Dalam Term Of Reference (TOR) yang dikirim bersama undangan kepada peserta ditanda tangani Direktur Yayasan Griya Jati Rasa,
DR Farsijana Adeney-Risakotta, diungkapkan bahwa pada
bazar di Balai Desa Catur Tunggal, Depok, Sleman, tanggal 17 -18 April 2015 bulan lalu, pajangan
anggrek di stand UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) Griya Jati Rasa diserbu
pembeli dalam waktu singkat.
Hal inilah yang mendorong ibu-ibu dusun Karanggayam di desa Catur Tunggal untuk
mencoba mengembangkan usaha anggrek. Dalam rangka mewujudkannya Yayasan Griya
Jati Rasa berusaha memfasilitasinya dengan menyelenggarakan pelatihan anggrek
ini.
Acara ini dibuka oleh Manajer Griya Jati Rasa Izmi Barzanah,
kemudian dilanjutkan dengan sambutan oleh Direktur Griya Jati Rasa DR Farsijana
Adeney Risakotta, yang diteruskan ke acara pelatihan. Pembawa materi atau pelatih dalam kegiatan ini
yaitu seorang pengusaha anggrek sekaligus pemilik Felis Orchid di daerah Kalasan, yang bernama Lie Kumala (50).
Dalam sambutannya Direktur Griya Jati Rasa DR Farsijana Adeney
Risakotta mengucapkan banyak terima kasih sekaligus apresiasinya kepada trainer atau pelatih pada pelatihan ini yang mau membagikan metode inovatif dalam
pengembangan anggrek yang dilakukan ibu-ibu secara tradisional. “Ibu Lie Kumala mau membagi tabir pengetahuan tentang anggrek
secara cuma-cuma kepada ibu-ibu, ini luar biasa, ibu Lie juga mau mengajari
bagaimana pemasaran anggrek itu,” tutur dosen Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW)
ini.
Jumlah peserta pada kegiatan ini sebanyak 16 orang termasuk
panitianya, sebagian besar merupakan ibu-ibu yang tinggal di sekitar Karanggayam,
dan ada juga peserta dari Kelurahan Patehan
Kota Jogja. Sebelumnya Yayasan Griya Jati Rasa juga sudah mengundang
kelompok-kelompok dari lima desa binaannya yang tersebar di Daerah Istimewa
Yogyakarta yaitu, desa Karanggayam, Panggungharjo, Giri Cahyo, Kaliagung dan
Kelurahan Patehan.
Manajer Yayasan Griya Jati Rasa Izmi Barzanah mengatakan, “Sebetulnya
tidak hanya kelompok dampingan saja, tetapi mitra kerja juga (diundang-red),
namun yang hadir hanya dari kelompok Karanggayam dan Patehan, yang Kaliagung
tidak bisa karena masih dalam suasana duka, Giri Cahyo berhalangan karena
sakit, sedangkan Panggungharjo tidak konfirmasi,” jelasnya. Target peserta
semula berjumlah 25 orang, sedangkan yang hadir 16 orang, tambahnya.
Salah satu peserta pelatihan anggrek ini yaitu Anik Marciana (47)
menyatakan bahwa kegiatan yang diselenggarakan tersebut menarik karena peserta
bisa langsung ikut berpraktek menanam anggrek. “Pelatihannya sangat menarik
karena kita bisa ikut terjun, turut serta (menanam-red), jadi kalau tidak ada
prakteknya kurang menarik,” tutur karyawan kantin SD Catur Tunggal 3 ini.
Ketika diminta pendapatnya soal penyampaian materi pelatihan ini,
Anik Marciana menyatakan bahwa jelas atau tidaknya tentang materi tergantung
penangkapan masing-masing peserta. “Mungkin prakteknya bisa diikuti, kalau
untuk obat-obatannya orang awam tidak begitu paham,” jelasnya. Dirinya juga mengaku
senang karena dapat mengikuti pelatihan ini dan memiliki keinginan agar
nantinya bisa berkebun anggrek sendiri. Selain itu Anik juga berharap, supaya
pelatihan seperti ini bisa berlanjut sehingga bisa mengetahui perkembangan dan
hasilnya.
Dalam kegiatan ini, Lie Kumala selaku pelatih awalnya memberikan sekilas
materi tentang tanaman anggrek kepada peserta, setelah itu para peserta diajak
berpraktek mengeluarkan bibit-bibit anggrek dari dalam botol dengan cara
memecah botol tersebut menggunakan palu di dalam ember. Pada pelatihan ini
disediakan sejumlah botol yang berisi bibit anggrek sehingga cukup bagi peserta
untuk melakukan praktek.
Setelah dikeluarkan dari botol, bibi-bibit anggrek tersebut direndam
selama 5 menit di dalam air yang sudah dicampur dengan fungisida. Kemudian itu
bibit dibersihkan, diberi media yaitu sabut kelapa. Lie Kumala menyatakankan
bila dirinya lebih suka memilih sabut kelapa sebagai media tanam anggrek
dibanding pakis. Lie Kumala mengaku tidak mau menggunakan media yang bisa
menyebabkan kerusakan lingkungan karena diambil terus menerus sehingga
berdampak pada ekosistem alam seperti pakis, yang selama ini umumnya masih digunakan
sebagai media anggrek.
“Makanya saya menggunakan sabut kelapa yang biasanya hanya menjadi
limbah, ternyata sabut kelapa baik digunakan untuk media anggrek terutama jenis
Dendro, tapi harus diingat sabut kelapa hanya baik digunakan di tempat kering
seperti Jogja, kalau di tempat yang lembab, tidak bagus, seperti Bogor,” jelas
Lie Kumala yang sudah menekuni usaha anggrek sejak tahun 1995.
Sebelum digunakan sebagai media tanam anggrek, sabut kelapa tersebut
sudah direndam ke dalam air untuk menghilangkan zat-zat yang dapat merugikan.
Lie Kumala menjelaskan, “Sabut kelapa direndam 2 hari untuk menghilangkan zat
tanin karena beracun,” tuturnya. Disebut beracun karena zat tanin diketahui
sebagai zat yang bisa menghambat pertumbuhan tanaman.
Setelah diberi media yaitu sabut kelapa, bibit-bibit anggrek
tersebut dimasukkan oleh ibu-ibu ke
dalam pot-pot berukuran kecil yang memiliki banyak lubang. Jumlah pot yang
disediakan dan diperlukan sangat banyak karena botol yang disediakan berjumlah
5, dan masing-masing botol rata-rata berisi 50 bibit anggrek. Tampak peserta
begitu antusias memasukkan bibit-bibit anggrek tersebut beserta sabut kelapanya
ke dalam pot-pot kecil berdiameter sekitar 5 cm. Bibit-bibit anggrek itu
disarankan nantinya dipindah ke pot yang berukuran lebih besar setelah berumur
3 - 4 bulan.
Bibit-bibit anggrek yang dimasukkan ke dalam pot itu dibawa pulang
oleh peserta, masing-masing peserta mendapat 2 buah pot anggrek yang
masing-masing terdiri dari satu jenis Dendrobium dan satu jenis anggrek bulan.
Seperti sudah diungkapkan
sebelumnya, dalam pelatihan ini, peserta juga diberi sekilas penjelasan oleh
pelatih mengenai potensi pasar dan pemasaran anggrek di Indonesia. “Pangsa pasar anggrek di
Indonesia setahun Rp 7
Triliun, saya dapatkan di Makassar waktu pertemuan
Perhimpunan Anggrek Indonesia (PAI),” ungkap Lie Kumala. Dirinya memberikan
saran, bagi ibu-ibu yang berminat untuk usaha budidaya anggrek, supaya bisa
menentukan akan fokus di bagian mana, apakah itu pembibitan, seedling, remaja atau bunga. Dalam
kelompok petani anggrek idealnya terdapat semua unsur tersebut.
Lie Kumala mengungkapkan, “Sebetulnya aku mengadakan
pelatihan-pelatihan, mengadakan plasma petani, karena pangsa pasar besar, jadi
mereka jual sendiri, kami dari PAI mau mengadakan kelompok tani belum bisa
karena mereka biasanya perseorangan, suka jual sendiri,” tuturnya.
Dirinya berharap, nantinya setelah ada pelatihan anggrek ini ada
tindak lanjutnya. “Kalau memang bisa, ayo bikin kelompok tani anggrek, kenapa
sini (Karanggayam-Red) tidak dijadikan desa anggrek,” harapnya.
Kegiatan ini ditutup dengan pemberian kenang-kenangan dari Yayasan
Griya Jati Rasa dan ibu-ibu dari
dusun Karanggayam kepada pelatih Lie Kumala.
Kenang-kenangan tersebut diserahkan oleh Yanti Herawati (37) dan diterima
secara langsung oleh Lie Kumala. Acara kemudian dilanjutkan dengan foto bersama
antara peserta, panitia dan pelatih di Pendopo Pondok Tali Rasa. (Pram)
No comments:
Post a Comment