Thursday, May 21, 2015

Pementasan Wayang Inovatif. Pentas Bima Ngresiki Jagad di Gowok



Pementasan Wayang Inovatif
Pentas Bima Ngresiki Jagad di Gowok

GOWOK – Yayasan Griya Jati Rasa menggelar wayang kulit inovatif (kontemporer) dengan lakon Bima Ngresiki Jagad pada Sabtu, 2 Mei 2015 yang lalu di Bank Sampah Dusun Gowok Nolobangsan, Catur Tunggal, Depok Sleman. Pementasan wayang ini dimeriahkan dengan inovasi sendratari dari kelompok tari Pondok Tali Rasa. Acara dimulai pukul 19.30 WIB
            Pementasan wayang dimulai dengan penyerahan secara simbolis tumpeng serta wayang kulit Bima oleh Dukuh Gowok, H Pudjo Wiratno. Tumpeng diserahkan kepada Direktur Griya Jati Rasa yang sekaligus sutradara dalam pementasan ini yaitu DR Farsijana Adeney Risakotta sedangkan wayang kulit Bima diterima oleh Dalang Nyi Siti Murkanti (52).


PENYERAHAN Tumpeng oleh Dukuh Gowok H Pudjo Wiratno kepada Direktur Yayasan Griya Jati Rasa DR Farsijana Adeney Risakotta secara simbolis menandai dimulainya pementasan Wayang Bimo Ngresiki Jagad, pada Sabtu (2/5/2015) lalu yang berlokasi di dekat Bank Sampah Dusun Gowok Nolobangsan, Catur Tunggal, Depok Sleman (Ismi).



PENYERAHAN Wayang kulit Bimo oleh Dukuh Gowok H Pudjo Wiratno kepada Dalang Nyi Siti Murkanti secara simbolis menandai dimulainya pementasan Wayang Bimo Ngresiki Jagad, pada Sabtu (2/5/2015) lalu yang berlokasi di dekat Bank Sampah Dusun Gowok Nolobangsan, Catur Tunggal, Depok Sleman (Ismi).

            Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari bumi, 22 April sekaligus perayaan hari pendidikan nasional 2 Mei lalu. Sehingga pesan-pesan yang dibawa dalam acara ini difokuskan mengenai pendidikan masyarakat di bidang lingkungan hidup. Dusun Gowok dipilih untuk pementasan wayang karena gerakan masyarakat yang sudah sadar lingkungan perlu didorong untuk menjadi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) kerajinan pengolahan sampah kreatif yang merupakan salah satu misi pemberdayaan dari Yayasan Griya Jati Rasa. Wayang kulit inovatif ini bermuatan tentang kampanye lingkungan hidup. Dalam sambutannya sebelum cerita wayang dimulai, Dukuh Gowok, H Pudjo Wiratno, menyatakan kesannya bahwa ternyata dalam wayang dan agama ada ajaran untuk menjaga bumi.
            Pementasan wayang kulit ini disebut inovatif dan kontemporer karena tidak sesuai dengan pakem umumnya. Banyak keunikan dan perbedaan yang diitampilkan. Menurut dalang Nyi Siti Murkanti, “Ini wayang kontemporer tidak sesuai dengan pakem diilhami dari cerita Dewa Ruci, diinovasi dengan sendratari, sinden multimedia, niaga hanya seorang,” tuturnya.

PEMENTASAN Wayang kulit kontemporer dengan lakon Bimo Ngresiki Jagad, bersifat inovatif karena tidak sesuai pakemnya baik cara penyajian maupun isi ceritanya, tampak sang dalang tidak duduk bersila di depan wayang melainkan dibelakang wayang sehingga tidak nampak tubuhnya dari depan. Acara ini digelar  pada Sabtu (2/5/2015) lalu yang berlokasi di dekat Bank Sampah Dusun Gowok Nolobangsan, Catur Tunggal, Depok Sleman (Ismi)

Disebut inovatif dan berbeda karena dalangnya berjenis kelamin wanita bukan pria seperti pada umumnya.  Lagipula dalangnya juga tidak menggunakan pakaian adat jawa (kebaya dan kain jarik) namun hanya berbaju batik. Sebelum cerita wayang dimulai ada penjelasan makna gunungan oleh dalang. Sementara itu niyaga pemain gamelan untuk mengiringi cerita wayang hanya satu orang, padahal di lokasi terdapat satu grup pemain gamelan yang hanya mengiringi musik pembuka dan penutup. Dalang tidak duduk bersila namun di kotak yang disediakan serta posisi duduk dalang tidak membelakangi penoton sebagaimana umumnya. Ada cerita yang digambarkan dengan animasi LCD. Muncul ide cerita berdasarkan keadaan sekarang khususnya tentang lingkungan hidup. Selain itu menurut Dalang Nyi Siti Murkanti segi inovasi lainnya yaitu adanya wayang kalpataru yang dibuat khusus oleh sutradara, DR Farsijana Adeney Risakotta dari bahan karton. Wayang karton lain yang dibuat oleh DR Farsijana adalah punakawan (Semar, Petruk, Gareng dan Bagong).
Ada 9 adegan dalam pementasan wayang inovatif kali ini, termasuk di dalamnya adegan goro-goro. Cerita ini diilhami dari cerita Dewa Ruci, yang kemudian ditambah adegan lain terkait kampanye lingkungan hidup menyangkut kebersihan lingkungan, sesuai dengan Lakonnya Bima Ngresiki Jagad. Adegan pertama Jejer Negara Amartha, adegan kedua menceritakan Bima yang dihalang-halangi Dewi Kunthi ketika mau mencari Ilmu Sangkan Paraning Dumadi. Adegan ketiga Bima bertemu dan menang bertarung dengan kedua raksasa Kalmuka (hawa nafsu) dan Kalmukala (waktu mengendalikan hawa nafsu). Pada adegan keempat Bima mendapat cincin druenda dari kedua raksasa tadi yang sudah menjelma menjadi Batara Bayu dan Batara Endro.
Adegan kelima cerita mengenai Naga Nembur Nawa yang dikalahkan oleh Bima. Dalam adegan ini cerita mulai keluar dari pakem karena ditambahi dengan pesan-pesan mengenai upaya melestarikan lingkungan hidup, seperti Bima yang menolong ikan dan penyu dengan membersihkan sampah plastik pada mulut penyu, limbah pabrik yang ada di sisik ikan yang berwarna hitam, serta kerusakan karang laut oleh kapal trawl.
Adegan keenam Bima masuk samudera tingkat dua tentang pancamaya sebagai pengendali panca indra dan Bima bertemu dengan Sang Hyang Antaboga sebagai mikrokosmos yang merupakan bentuk batin (hati nurani) dari Bima. Pada adegan ini Bima disuruh masuk ke dalam telinga kiri Sang Hyang Antaboga, untuk mewujudkannya Bima dibimbing bersemedi (meditasi) sehingga dalam keadaan sadar atau tidak sadar Bima dapat merealisasikan masuk ke telinga kiri Sang Hyang Antaboga.
Adegan ketujuh menceritakan tentang Bima yang berusaha masuk ke dalam alam Pramana (sukma) dimana merupakan dunianya orang mati. Di sana Bima tidak punya keinginan apa-apa, adanya hanya menerima keadaan dan berpasrah diri. Sang Hyang Antaboga yang merupakan guru Bima, menasehatinya bahwa belum saatnya Bima masuk ke alam pramana (sukma) karena masih harus mendarmabaktikan dirinya, salah satunya di bidang pelestarian lingkungan hidup. Selain itu juga pada tiga tahapan ilmu mistik islam atau tasawuf, dengan bentuk baru Bima gelung endek ngarep dawa mburi (pendek depan panjang belakang) lalu kembali ke Amartha.
Sedangkan adegan kedelapan yang juga merupakan cerita tambahan, menceritakan Bima yang naik ke darat dengan membawa pohon Kalpataru dan menanamnya di daratan. Wayang dan cerita yang menggambarkan pohon Kalpataru ini diciptakan oleh DR Farsijana Adeney Risakotta.
“Tujuan penciptaan dan penceritaan wayang kalpataru untuk adegan Bima Nandur Kalpataru adalah untuk menjelaskan bahwa dalam tradisi filosofi jawa ada ajaran tentang pemeliharaan lingkungan hidup, tetapi sebelumnya tidak pernah dijelaskan.  Jadi wayang kalpataru adalah cara untuk membuka tabir bagaimana manusia harus hidup harmonis dengan alam,” jelas DR Farsijana yang merupakan Direktur Yayasan Griya Jati Rasa ini.
Kemudian pada adegan kesembilan yang merupakan Goro-Goro, cerita tentang punakawan Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Pada Goro-Goro ini, keempat punakawan tersebut mengisahkan tentang kondisi lingkungan hidup dan cara mengatasi sampah dengan mengolahnya menjadi barang berguna melalui industri kerajinan kreatif, namun banyak hambatan diantaranya karena ada sifat manusia yang malas atau malu untuk melakukan pengumpulan sampah dan mengolahnya menjadi barang bermanfaat, sehingga pengurangan angka kemiskinan dengan cara memberdayakan masyarakat untuk aktif memilah sampah, mendaurulang, dan menggunakannya kembali sebagai bahan dasar untuk pembuatan barang bermanfaat melalui kerajinan, belum bisa terwujud secara maksimal. (Pram)

No comments:

Post a Comment